Secara geografis letak Patihan Gadingsari berada di tengah-tengah muara dua sungai besar yakni Opak dan Progo, yang alirannya membawa material pasir vulkanik dari salah satu gunung api paling aktif di dunia.
Material pasir ini terbawa sampai ke Samudra Indonesia untuk kemudian dihempaskan kembali ke daratan, membentuk bentang pantai dan gumuk pasir di Gadingsari. Bentang pasir ini yang kemudian disukai oelh penyu untuk bertelur.
Perlu diketahui bahwa 6 dari 7 jenis penyu yang statusnya sudah langka berada di perairan Indonesia, dan beberapa diantaranya singgah migrasi untuk bertelur di pesisir Gadingsari, terutama penyu sisik, penyu hijau, dan penyu lekang.
Usaha konservasi dimulai warga masyarakat Patihan, Kelurahan Gadingsari dimulai sejak 2010. Diawali dengan kegiatan pengamanan sarang penyu dan edukasi ke masyarakat tentang pelarangan perburuan penyu maupun telur penyu. Kegiatan ini kemudian membuahkan hasil, dari awal dimulai hanya menetaskan 300 ekor tukik penyu, dari tahun ke tahun naik jumlah tetasan pertahunnya. Tahun 2020 berhasil melepas liarkan lebih kurang 4000 ekor tukik.
Perlu diketahui bahwa 6 dari 7 jenis penyu yang statusnya sudah langka berada di perairan Indonesia, dan beberapa diantaranya singgah migrasi untuk bertelur di pesisir Gadingsari, terutama penyu sisik, penyu hijau, dan penyu lekang.
Usaha konservasi dimulai warga masyarakat Patihan, Kelurahan Gadingsari dimulai sejak 2010. Diawali dengan kegiatan pengamanan sarang penyu dan edukasi ke masyarakat tentang pelarangan perburuan penyu maupun telur penyu. Kegiatan ini kemudian membuahkan hasil, dari awal dimulai hanya menetaskan 300 ekor tukik penyu, dari tahun ke tahun naik jumlah tetasan pertahunnya. Tahun 2020 berhasil melepas liarkan lebih kurang 4000 ekor tukik.
Kegiatan konservasi masyarakat Patihan, Gadingsari dibimbing dan dibina langsung oleh Pemerintah Desa Gadingsari, BKSDA Propinsi DI Yogyakarta, dan Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi DI Yogyakarta. Sedangkan usaha kampanye pelestarian didukung penuh oleh Dinas Pariwisata Bantul melalui Pokdarwis Goa Cemara. Usaha-usaha lain terkait penjagaan zona konservasi juga didukung penuh aparat keamanan negara baik itu Polisi, Polairud, Lanal, maupun TNI AD melalui pos-pos terdekatnya.
Latar Belakang
Kampanye undang-undang pelestarian cukup berhasil, terbukti dari tingkat kesadaran warga masyarakat pesisir baik itu yang tinggal dan mencari nafkah di pesisir maupun pengunjung area pesisir, yang segera melaporkan ke petugas ketika melihat penyu pada musim migrasi untuk kemudian ditindak lanjuti.
Kendala yang masih ada hingga saat ini adalah kesadaran masyarakat seluruhnya terkait kelestarian lingkungan, karena migrasi penyu tidak hanya berbicara lingkup kecil pesisir Gadingsari saja.
Masalah keamanan penyu sebelum dan sesudah berada di Gadingsari menjadi tanggung jawab seluruh warga msyarakat. Keamanan lokasi terkait keberadaan sampah dari laut juga notabene adalah produksi dari seluruh masyarakat DI Yogyakarta khususnya, dan Indonesia pada umumnya. Masalah sampah laut ini mempunyai pengaruh terbesar kepada prosentase perkembang biakan penyu di Indonesia.
Maka kegiatan kampanye pelestarian penyu terus dilakukan oleh Kelompok Masyarakat Pegiat Konservasi Penyu Mino Raharjo, Patihan, Gadingsari, sebagai usaha edukasi untuk generasi sekarang dan yang akan datang agar perilaku kelestarian lingkungannya meningkat, dan akan membawa dampak baik untuk penyu khususnya, dan alam Indonesia pada umumnya.